Yang
kurang lebih berarti; "Lihatlah dulu tetangga sekitar, sebelum engkau
memilih rumah tempat tinggal". Rasa-rasanya pepatah di atas sangat tepat
untuk kita jadikan pertimbangan di era dunia modern sekarang ini. Era di
mana virus individualis sudah menjangkiti hampir setiap sendi kehidupan
masyarakat, tanpa pandang bulu, apakah itu muslim/non muslim.
Seorang muslim yang seharusnya menjadikan dedawuhan baginda Nabi Muhammad
SAW; "Man Ka-na Yu'minu Billahi wal Yaumil Akhir, Fal Yukrim Ja-rohu",
yang berarti siapa saja yang beriman pada Allah dan hari akhir, haruslah
memuliakan tetangganya. Bahkan dalam satu riwayat baginda Nabi berpesan
untuk berbuat baik pada tetangga, seolah-olah jibril hendak wasiat sesuatu
yang besar pada beliau tentang tetangga ini. Tapi realitas sekarang berbicara
lain, banyak orang bertetangga tapi ia seolah hidup di hutan/bahkan di
tengah hamparan lautan. Ia hanya cuwek, diam, atau bahkan acuh tak acuh
saat melihat tetangganya mendapat musibah/butuh bantuan. Dan lagi-lagi,
semua itu karena karakter individualis tadi.
Atau bahkan tak
jarang, malah dari tetangga yang menyakiti tetangga sampingnya. Bahkan
seseorang yang tidak hanya memiliki hubungan tetangga saja, tapi double,
yakni tetangga+kerabat, ee malah paling rajin menyakiti kerabat+tetangga
lainnya. Dan itu tak jarang pula, hanya karena hal-hal sepele yang tidak
prinsipil.
Nampaknya memang kita perlu belajar dan ngaji lagi
pada imam Hasan Al-Bishri dalam berinteraksi dengan tetangga beliau yang seorang
Nashrani itu. Lalu saluran air kamar mandi si nashrani bocor dan airnya
netes ke rumah sang Imam. Bagaimana sikap sang Imam?? Marahkah beliau??
Menghujatkah beliau??.
Ah, semoga kita di beri hati yang nyegoro,
agar bisa menerima kelemahan dan kekurangan orang lain. Lalu
memaafkannya. Ya, lautan yang bisa menampung segala macam barang, entah
itu permata/atau hanya sekedar sampah belaka.
Salam ngopi pagi...
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !