Setelah lama berziyarah ke
makbaroh simbah KH. Abdullah Sajjad dan Simbah KH. Sholeh Bin Abdullah
Sajjad, Sendang Guwo, Semarang bersama Lek Haris Ghufron, kami
melanjutkan perjalanan ke makbaroh guru Mbah Sajjad, yang tak lain
adalah simbah KH. Sholeh nDarat, di Berguto.
Setelah ziyarah, tiba-tiba lek Haris nyelethuk kepadaku:
"Gimana kalau kita berkunjung ke Habib Hasan?"
"Oke, silahkan lek, aku ikut saja", jawabku singkat.
Sejurus kemudian, motor yang kami tunggangi pun merayap di jalan raya.
Menyusuri setiap gang yang berada di kota tua, kota Semarang. Sampailah
kami di wilayah Pethek, namun sayang, Habib Hasan "tindha-an", sehingga
kami tidak bisa bersua dengan beliau. Tidak kecewa dengan kepergian
Habib Hasan, Lek Haris malah mengajakku mengunjungi Masjid peninggalan
Mbah Sholeh nDarat di daerah yang bernama nDarat Nipah. Saat di tengah
jalan, iseng-iseng aku bertanya kepada Lek Haris:
"Lek, kok bisa
ya. Mbah Sholeh nDarat itu berasalah dari daerah nDarat. Masjid beliau
pun di kawasan nDarat, tapi kenapa malah beliau di makamkan di daerah
Berguto? Bukankah di daerah nDarat ini juga ada kuburan?"
"Wah,
kalau masalah itu aku kurang tau Ya'. Coba nanti kita tanyakan kepada
penjaga Masjid Mbah Sholeh saja. Mungkin kita menemukan jawabannya",
jawab Lek Haris.
Sesampainya di Masjid Mbah Sholeh nDarat, saya
langsung masuk dan mengamati seluruh sisi-sisi masjid tua tersebut. Saya
membayangkan, mungkin dahulu di sinilah Mbah Sholeh nDarat mengajar
santri-santri beliau yang datang dari seluruh Nusantara itu. Di sinikah
dahulu ulama-ulama besar Nusantara itu "gelesotan" belajar, ngaji,
maknani dan mungkin juga lalaran? Pikiran saya langsung tertuju pada
Hadhroatus Syaikh Hasyim Asy'ari, Kiai Ahmad Dahlan, Kiai Abdullah
Sajjad, Kiai Abdullah Mudzakkir, Kiai Siroj Prampelan, Kiai Mahfudz dan
kiai-kiai lainnya yang kesemuanya menimba ilmu kepada Simbah Kiai Sholeh
nDarat. Lagi-lagi, hati saya bertanya; "di sinikah beliau semua
tersebut dulu mengaji?"
"Ya', sini...sini...ini ada cerita menarik dari muadzin masjid ini"
"Nggeh Lek"
Saya pun datang menghampiri Lek Haris yang sedang duduk
berhadap-hadapan dengan seorang pemuda berbadan dempal, berkulit hitam
dan bermuka india yang tersenyum pada saya.
"Ini lho Muadzin masjid ini dan penjaga di sini"
Saya pun menyalami beliau. Lalu Lek Haris berkata lagi:
"Ini pak, keponakan saya ini tadi bertanya; kenapa kok bisa makam Kiai
Sholeh nDarat berada di Berguto, sementara masjid beliau berada di
sini?"
"Ooohh...begini dek. Menurut penuturan salah satu cucu
beliau yang rumahnya di depan masjid ini--sambil pak Muadzin menunjuk ke
arah rumah tembok yang berada di depan pinggir Masjid--sebenarnya makam
Mbah Sholeh nDarat itu ada di sini. Ya itu di depan sana--sambil
lagi-lagi menunjuk ke arah sebuah makbarah yang baru saja di
bangun--sementara yang ada di nDarat sana hanyalah sorbannya saja.
Ceritanya, dulu masjid dan makbarah beliau ini menjadi pusat perkumpulan
para ulama dengan laskar santri dari seluruh Nusantara untuk membahas
perjuangan melawan penjajah. Semuanya kumpul di sini. Penjajah yang
dahulunya berpusat di Semarang, mencium gelagat akan adanya
pemberontakan dari kaum santri. Dan mereka tau, bahwa makbarah Mbah
Sholeh nDarat memiliki daya tarik tersendiri yang bisa menyadarkan kaum
santri akan artinya perang melawan penjajah dan pentingnya sebuah
kemerdekaan.
Akhirnya dengan siasat licik kaum penjajah, mereka
membuat isu seolah-olah mereka telah membongkar makbarah Mbah Sholeh
nDarat. Lalu memindahkan jasad beliau ke daerah lain yang bernama
Berguto. Padahal yang di pindah hanyalah sorban beliau saja. Padahal,
jasad asli beliau masih di sini, di daerah nDarat Nipah ini", jelas pak
Muadzin panjang lebar.
Mendengar cerita ini, hati saya bingung
antara percaya dan tidak. Sebab Makbarah Mbah Sholeh nDarat yang ada di
Berguto sudah bertahun-tahun menjadi pusat Ziyarah warga muslim. Bahkan
tidak sedikit juga dari para ulama yang setiap tahunnya selalu
menyempatkan diri untuk berziyarah ke sana. Tetapi, kisah yang di
tuturkan oleh Pak Muadzin tersebut pun sebenarnya masuk akal. Karena
memang kaum Walondo dulu sangatlah licik, dan dengan berbagai upaya
apapun, mereka akan berusah menjauhkan rakyat Nusantara dari segala hal
yang bisa membangkitkan semangat Jihad mereka melawan penjajah. Di
antaranya adalah dengan menjauhkan mereka dari makam Keramat, seperti
makbaroh Mbah Sholeh nDarat ini.
Jujur, saya tidak tau menahu
sampai sekarang. Cerita manakah yang benar. Tetapi yang jelas, Simbah
Kiai Sholeh nDarat adalah sesosok Ulama yang tidak hanya alim nan
Allamah dalam bidangnya, tetapi beliau juga berhasil menelurkan karya
ilmiah berupa kitab-kitab berhasa pegon--seperti dalam gambar di bawah
ini--yang masih menjadi rujukan sampai sekarang. Lebih dari itu, beliau
juga telah berhasil mengkader santri-santri beliau unutk kemudian
menjadi ulama-ulama yang menyebarkan ajaran Islam yang penuh welas asih
di seantero Nusantara. Itu adalah jasa besar beliau yang akan selalu di
kenang oleh umat Islam Nusantara ini. Semoga Allah masih menurunkan
ulama-ulama yang meneruskan perjuangan beliau....Lahul Fatihah...
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !